Bayang-bayang Menjadi
Nyata
Melewati jalan Desa
Karangsuwung hampir kulalui setiap hari. Maklum jalan itu merupakan jalan
terdekat yang bisa kutempuh untuk mencapai tempat kerja. Jalanan beraspal
dengan deretan rumah di kedua sisi jalan. Pagar depan rumah terbuat dari semen umumnya
membatasi rumah dengan pinggir jalan.
Setiap kulewati
jalan raya itu, selalu kukhayal suatu kecelakaan yang akan terjadi. Tepat di
sebuah rumah berpagar tembok, dengan berdiri kokoh pohon mangga di samping
rumah. Aku menyeruduk masuk pagar rumah dengan kendaraan motorku. Itulah
gambaran rumah yang selalu kubayangkan saat terjadinya kecelakaan.
Entah sudah
berapa kali khayalan itu selalu hadir dibenakku. Mungkin sudah puluhan kali
bayang-bayang itu selalu mengisi lamunanku setiap kali melintasi rumah
tersebut. Sampai-sampai posisi masuk dan terjatuh saat masuk rumahpun selalu
kubayangkan. Apakah ini rencana Tuhan yang akan aku jalani di kehidupan
mendatang ? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabannya.
Suatu hari seperti
biasa saat aku berangkat kerja, tak lupa kubayangkan peristiwa kecelakaan yang
akan terjadi ketika melintasi rumah berpagar semen. Untunglah peristiwa itu
belum terjadi. Saat kupulang kerja masih di jalan Desa Karangsuwung, di depanku
ada seorang anak berusia kira-kira 12 tahunan sedang mengayuh sepeda dengan
menggendong anak kecil berusia dua tahunan. Tangan kiri memegang setir sepeda,
tangan kanan memegang anak kecil yang belakangan diketahui adik si pengendara
sepeda tersebut.
Pandanganku saat
itu tertuju kepada kedua anak itu. Aku mengikuti sepeda itu di belakang. Entah
apa yang terjadi, tiba-tiba sepeda itu berbelok ke kanan tepat satu rumah di
samping rumah yang selalu kukhayalkan. Tabrakanpun akhirnya tak terelakkan. Sepeda
terseret ke kanan dan masuk ke pintu pagar rumah bersebelahan dengan rumah yang selalu
khayalkan dalam kecelakaan.
Untunglah Tuhan
masih menyelamatkan kedua kakak beradik dan diriku. Adik si pengendara sepeda
mengalami benturan kecil, dan kakiku agak sakit memar waktu menahan lajunya
motor. Motorpun terhenti di depan pintu rumah. Kupadamkan mesinnya, lalu
beberapa orang datang dari dalam rumah. Lelaki separuh baya menghampiriku
sambil menatap tajam. Tanpa sepatah katapun terlontar dari mulut lelaki
tersebut. Cepat-cepat aku minta maaf dan menjelaskan kronologis kejadiannya.
Kukatakan pada lelaki itu barang kali ada keluhan atau sakit yang diderita
kedua anak pasca kecelakaan tersebut akulah yang akan bertanggung jawab. Dengan
memperlihatkan identitas dan asal-usulku akhirnya beliau mengizinkanku pulang.
Peristiwa
kecelakaan itu kuceritakan pada ibuku. Dengan diantar ibu aku kembali
mendatangi kakek dari kedua anak yang telah kucelakai. Sekali lagi aku mohon
maaf sambil menyerahkan sedikit uang untuk pengobatan keduanya. Ibuku berjanji
akan menanggung biaya jika kondisi anak bertambah parah. Hatiku lega dan pulang
ke rumah dengan penuh rasa gembira. Sejak itu tak terdengar lagi berita atau
kabar kedua anak itu. Beberapa minggu kemudian, rumah itupun kosong tak
berpenghuni. Entah pergi ke mana keluarga kakek, dan keluarga kedua anak itu.
Tuhan sudah
memperlihatkan kekuasaanNya kepadaku, dengan menjadikan khayalanku menjadi
kenyataan meski hanya selisih satu rumah. Terima kasih ya Allah Engkau telah
menyelamatkan aku dan kedua anak yang malang itu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar